biografi ra kartini dalam bahasa jawa
Mengingatbanyak sekali yang mencari biografi Raden Ajeng Kartini dalam Bahasa Jawa namun yang tersedia hanya dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian kami berusaha untuk membantu menjawab kebutuhan anda semua. Yaitu pengertian Raden Ajeng Kartini dalam Bahasa Jawa. Silahkan di simak ulasan kami
TeksBiografi RA Kartini dalam Bahasa Indonesia Lengkap RA Kartini atau Raden Adjeng Kartini lahir dari trah keluarga bangsawan pada tanggal 21 April 1879, di desa Mayong, Jawa Tengah, Indonesia. Ibu RA Kartini, bernama Ngasirah, merupakan putri seorang ulama.
Bahasa(ID) Scribd Perks; Baca secara gratis; Pertanyaan Umum dan dukungan; Masuk
ByRedaksi On 8 Agu 2016. Pahlawan yang populer dan identik dengan kaum hawa di Indonesia Raden Adjeng Kartini merupakan wanita kelahiran Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 beliau meninggal diusia yang masih muda di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini yang terkenal
RadenAdjeng Kartini atau sering disebut Raden Ayu Kartini merupakan seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Nusantara, Ia adalah seorang aktivis Indonesia terkemuka yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan pendidikan perempuan. Kartini anak ke 5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Meilleur Site De Rencontre Français Gratuit. Balaibahasajateng, Biografi Kartini, Tokoh Perempuan Masa Kolonial– Kartini memiliki banyak panggilan diantaranya Raden Ayu Kartini, Lady Kartini atau kadang dikenal sebagai Raden Ajeng Kartini. Kartini dilahirkan pada tanggal 21 April 1879. Kartini diketahui sebagai seorang pejuang nasional Indonesia dari jawa. Kartini juga seorang pioneer dalam area pendidikan untuk perempuan dan hak perempuan untuk Indonesia. Berikut ini Biodata, Biogafi singkat, sejarah perjuangan dan fakta unik tentang Raden Ajeng Kartini. Table of Contents Biodata RA Kartini Biografi Singkat RA Kartini Sejarah Perjuangan Fakta Unik Penutup Biodata RA Kartini NamaRaden Ajeng KartiniTempat, Tanggal LahirJepara, 21 April 1879Orang TuaRM. Sosroningrat dan Mas Ayu NgasirahPendidikanSekolah ELS Europeesche Lagere School, Sekolah Koningin Wilhelmina, dan Sekolah KedokteranPekerjaanAktivis sosial, penulis, feminis, dan pahlawan nasionalPrestasiMemperjuangkan hak-hak perempuan, mendirikan sekolah untuk perempuan, dan menulis buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”MeninggalRembang, 17 September 1904PengaruhKartini menjadi simbol perjuangan perempuan Indonesia untuk meraih hak yang sama dengan laki-laki. Hari lahirnya diperingati sebagai Hari Kartini. Biografi Singkat RA Kartini Kartini lahir dari keluarga jawa ningrat di Indonesia. Kartini mengikuti sekolah dasar Dutch language. Kartini terinspirasi untuk pendidikan kedepannya tetapi pilihannya tidak tersedia untuknya dan perempuan lainnya di kalangan jawa. Kartini telah melakukan kontak dengan beberapa orang-orang berpengaruh termasuk yang bertanggung jawab pada implementasi kebijakan etika Belanda. Kartini menulis surat-surat tentang perasaannya dan mereka mempublikasikannya di sebuah majalah belanda dan hasil karyanya seperti Habis gelap terbitlah terang, kehidupan perempuan di desa, dan surat putrid jawa. Hari kelahiran Kartini menjadi hari libur nasional. Kartini memiliki ketertarikan dalam kemistisan dan menolak poligami. Pusat advokasi nya untuk pendidikan perempuan dilanjutkan oleh adik perempuannya. Kartini School dijadikan nama untuk sebuah pinjaman dalam namanya untuk pinjaman pendidikan wanita. Kartini adalah anak ke lima dan anak kedua perempuan di keluarganya yang memiliki tujuh bersaudara termasuk saudara tiri. Kartini memiliki ayah seorang kepala daerah bdi Jepara. Keluarga Kartini mengizinkan nya untuk mengikuti sekolah hingga Kartini berumur 12 tahun. Dari semua subjek yang dipelajari, Kartini belajar berbicara bahasa belanda, ini sesuatu yang tidak biasa bagi perempuan jawa pada saat itu. Setelah Kartini berumur 12 tahun, Kartini hidup menyendiri/pingitan di rumah, sesuatu yang biasa dilakukan di keluarga jawa untuk menyiapkan anak gadis untuk menikah. Selama penyendirian/pingitan, gadis-gadis tidak diperbolehkan meninggalkan rumah orang tuanya sampai mereka menikah, sampai pada akhirnya mereka dipindahkan ke tempat suaminya. Ayahnya Kartini menyiapkannya dengan memberikannya beberapa pelajaran untuk tampil di public pada acara-acara tertentu. Selama pingitan ini, Kartini tetap belajar sendiri. Karena Kartini dapat berbicara bahasa belanda, Kartini memiliki beberapa teman pena orang belanda. Salah satu dari mereka, seorang perempuan bernama Rosa Abendanon dan mereka menjadi sangat akrab. Buku-buku, surat kabar dan majalah belanda menjadi ketertarikan bagi Kartini dalam pemikiran feminism eropa dan mengacu keinginan untuk mengembangkan kondisi perempuan asli Indonesia, yang pada saat itu memiliki status social yang rendah. Bacaan Kartini termasuk surat kabar Semarang De Locomotief oleh editor Pieter Brooshooft. Kartini juga membaca majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan termasuk majalah perempuan Belanda, dari sini Kartini mulai mengirim kontribusinya yang mana telah dipublikasikan. Sebelum Kartini berumur 20, Kartini telah membaca Max Havelaar dan Love Letters oleh Multatuli, selain itu Kartini juga membaca bacaan lainnya yang semuanya berbahasa belanda. Yang menjadi focus Kartini tidak hanya di bagian emansipasi perempuan, tetapi juga masalah social lainnya. Kartini melihat bahwa kesukaran wanita untuk mendapatkan kebeabsannya, otonomi dan persamaan hak merupakan bagian dari pergerakannya yang lebih luas. Kartini menikah dengan Joyodiningrat yang memiliki 3 orang istri dan merupakan kepala daerah Rembang pada tanggal 12 November 1903, meski demikian, suaminya memahami tujuan kartini dan memperbolehkannya mendirikan sebuah sekolah untuk perempuan di daerah Rembang. Pernikahannya ini mendapatkan satu orang anak lelaki dan pada tanggal 17 September 1904 Kartini meninggal dunia di umur 25 tahun. Kartini disemayamkan di desa Bulu Rembang. Lihat Juga Biografi HOS Tjocroaminoto Sejarah Perjuangan Nama Raden Ajeng Kartini tentunya sudah sangat kita kenal, beliau merupakan seorang pahlawan yang memperjuangkan emansipasi wanita kala itu. Lahir pada tanggal 21 april 1879 membuatnya tangga 21 selalu diperingati sebagai hari Kartini di Indonesia. Beliau memiliki peran yang sangat besar terhadap persamaan gender yang ada di Indonesia, hal ini dibuktikan dari catatan-catatan beliau yang sangat dikenal hingga saat ini. Kala itu beliau merasakan adanya diskriminasi yang dipermasalahkan gender. Laki-laki bisa mendapatkan pendidikan namun wanita tidak, begitu juga dengan derajat-derajat lainnya. RA Kartini dulunya sering kali berkirim surat dengan teman-temannya yang ada di luar negeri, catatan-catatan tersebutlah yang kemudian mulai diterbitkan dalam sebuah buku berjudul habis gelap terbitlah terang’ Kartini dilahirkan dari keluarga priyayi, dengan latar belakang tersebut membuatnya cukup dipandang. Beliau merupakan anak seorang patih yang diangkat menjadi Bupati Jepara kala itu. Ternyata setelah dilacak silsilah keluarga RA Kartini ini dimulai dari masa kerajaan Majapahit yang terus turun temurun hingga saat ini adalah Sultan Hamengkubuono IV. Ayah beliau merupakan seorang wedana atau dikatakan sebagai pembantu Bupati. Kala itu adalah masa penjajahan Kolonial Belanda, yaitu setiap orang yang menginginkan posisi menjadi Bupati harus menikah dengan keturunan bangsawan. Karena ayahnya menikahi Raden Ajeng Moerjam yang merupakan keturunan langsung dari Raja Madura membuat derajatnya menjadi naik dan diangkat sebagai seorang Bupati. Sejarah perjuangannya dimulai saat ia berusia 12 tahun, kala itu Kartini dipaksa berhenti melanjutkan pendidikan setelah sebelumnya mengenyam pendidikan di ELS yang juga menjadi tempatnya belajar bahasa Belanda. Hal ini tak hanya berlaku bagi beliau saja, melainkan juga semua anak berjenis kelamin perempuan. Larangan tersebut sebenarnya berasal dari orang terdekatnya yaitu Ayah Kartini, karena sudah memasuki usia 12 tahun maka sudah menjadi kewajiban bagi anak perempuan untuk dipingit. Disinilah ia mulai mengirimkan surat-surat pada kawannya yang ada di negeri kincir, kala itu beliau memiliki seorang teman bernama Rosa Abendanon yang selalu membantu Kartini di setiap keadaan. Dari sinilah beliau mulai senang membaca buku-buku dan surat kabar yang berasal dari Eropa, Kartini mulai melihat bahwa ternyata wanita-wanita yang ada di sana telah berpikiran sangat maju, hal ini menyebabkan sengatnya berkobar untuk memperjuangkan strata wanita Indonesia yang dianggap sangat lemah kala itu. Karena terlalu banyak membaca surat kabar-surat kabar dan buku-buku terkenal dari Eropa ia mulai memikirkan bagaimana cara memperjuangkan persamaan gender. Ia menikah pada 12 November 1903 dengan Bupati Rembang yang sebelumnya telah memiliki istri, karena mengerti akan cita-cita Kartini ia akhirnya memperbolehkan untuk membuka sebuah sekolah wanita. Beliau meninggal di usia 25 tahun 4 hari setelah melahirkan anak satu-satunya. Karya terakhir yang bisa kita nikmati adalah dokumentasi dari surat-suratnya dalam sebuah buku. Baca juga Biografi Cut Nyak Dien Fakta Unik Berikut ini Cekiwir akan coba menguraikan beberapa fakta menarik yang patut pembaca pahami. Mungkin sebagian orang sudah mengetahui fakta ini, tetapi mungkin sebagian orang juga belum mengetahuinya. Langsung saja simak Fakta Unik Tentang Raden Ajeng kartini berikut ini. Nama Panggilan Kartini Nama asli ibu Kartini adalah Raden Adjeng Kartini. Namun beliau tidak terlalu suka dengan gelar kebangsawanan yang disandangnya ini. Oleh karena itu beliau lebih senang dipanggil “Kartini” saja dari pada harus dipanggil Raden Adjeng atau Raden Ayu. Awalnya Raden Adjeng atau Raden Ayu adalah panggilan sang ayah kepada sang putri Kartini. Sejak awal beliau sudah merasa tidak nyaman dengan panggilan Raden Ayu tersebut. Setelah akhirnya mengetahui arti nama tersebut, beliau menganggap panggilan tersebut bukanlah sesuatu yang pantas dibanggakan. Nama Jalan di Belanda Mungkin Anda mengira ada Kartini lain di neara Belanda atau Kartini kita pernah kenegara tersebut. Apapun hubungan Ibu Kartini dengan negara Belanda, yang pasti hubungan keduanya sepertinya cukup erat. Hal ini terbukti dengan nama ibu Kartini dipakai sebagai nama jalan di beberapa jalan protokol di Belanda. Diketahui beberapa kota menggunakan nama Kartini sebagai nama jalan seperti di Armsterdam, Veerlo, Utrecth, dan Harleem. Semboyan Habis Gelap Terbitlah Terang Semboyan “Habis Gelap Terbitlah Terang” pada buku karya Ibu Kartini merupakan yang paling fenomenal dan masing terngiang sampai sekarang. Namun, ketahuilah buku tersebut sebenarnya bukan buatan asli Ibu Kartini melainkan seorang penulis Aben dan nmenamai yang menulis buku tersebut. Buku tersebut merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis Ibu Kartini kepada teman-temannya yang kemudian disatukan oleh Dalam bahasa Belanda buku tersebut diberi judul “Door Duisternis tot Licth” yang jika di bahasa Indonesiakan artinya Habis Gelap Terbitlah Terang. Kontroversi Kartini Meskipun beliau adalah seorang Pahlawan Nasional, hal tersebut tidak membuat Kartini jauh dari kontroversi. Kembali ke buku Habis Gelap terbit Terang, banyak sejarawan yang meragukan keaslian buku tersebut. Para sejarahwan juga meragukan jasa-jasa ibu Kartini yang membele hak kaum hawa di Indonesia sampai layak disebut Pahlawan Nasional. Keraguan keaslian buku dikarenakan tidak pernah terlihat naskah asli atau surat-surat Kartini seperti yang di bicarakan. Baca juga Membaca Biografi Mohammad Yamin Akan Membuatmu Tergerak untuk Mengembangkan Indonesia Penutup Dalam penutup artikel ini, dapat disimpulkan bahwa biografi Ra Kartini adalah sebuah kisah inspiratif tentang perjuangan seorang wanita bangsawan Indonesia pada masa kolonial Belanda yang terkenal dengan semangatnya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Ia terus berjuang untuk memberikan akses pendidikan dan membuka kesempatan bagi perempuan lainnya untuk meraih kesetaraan gender. Dalam kehidupannya, Ra Kartini menunjukkan betapa pentingnya perjuangan untuk meraih hak-hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Karya-karyanya yang menginspirasi telah membuatnya diakui sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam sejarah Indonesia dan menjadi ikon perjuangan perempuan Indonesia hingga saat ini. Dengan memperingati Hari Kartini setiap tahunnya, kita dapat menghormati jasa-jasanya dan mengambil inspirasi dari semangat perjuangannya untuk terus memajukan perempuan Indonesia. Semoga dengan mengetahui biografi Ra Kartini, kita semua dapat menjadi lebih menghargai hak-hak perempuan dan selalu berjuang untuk mencapai kesetaraan gender.
Biografi RA Kartini – Siapa yang tak kenal dengan Kartini? Sosok wanita nan ayu yang begitu dipuja oleh kaum wanita Indonesia. Karena beliaulah, wanita di negeri ini bisa merasakan kesamaan derajat dengan pria. Wanita tidak hanya berputar di sumur, kasur dan dapur. Karena Kartinilah wanita Indonesia layak diperhitungkan. Apa yang beliau lakukan telah membuka lebar pintu emansipasi. Wanita kini memiliki peranan yang tak kalah penting bagi negeri ini. Untuk mengenal lebih jauh mari kita bahas Biografi singkat Kartini yang sudah dirangkum dari berbagai sumber Biografi Kartini1. Lahirnya Kartini2. Masa Remaja RA Kartini3. Masa Dewasa KartiniB. Surat-surat Yang dibuat KartiniC. Pemikiran RA KartiniD. Buku RA KartiniE. Kontroversi RA KartiniF. Peringatan Hari kartiniG. Nama Jalan RA Kartini di BelandaH. Galeri fotoI. Film RA KartiniJ. Lirik Lagu Ibu Kita KartiniRekomendasi Buku & ArtikelKategori Biografi Pahlawan IndonesiaMateri Terkait 1. Lahirnya Kartini Biografi singkat Kartini diawali dari sejak kelahirannya. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah. Beliau masih merupakan keluarga bangsawan Jawa. Itulah sebabnya gelar Raden Adjeng alias disematkan padanya. Sesuai dengan adat jawa yang masih melekat, gelar bangsawan ini kemudian diganti menjadi Raden Ayu saat beliau menikah. Ayah Kartini bernama Raden Adipati Ario Sosroningrat putra dari Pangeran Ario Tjondro IV. Ibunda Kartini bernama Ngasirah. Beliau sebenarnya istri pertama namun sayang, status itu tak membuatnya bisa menjadi istri utama. Ngasirah hanyalah gadis sederhana yang terlahir sebagai rakyat jelata . Beliau merupakan putri seorang kyai di Teluk Awur. Raden Adipati Ario Sosroningrat terlanjur jatuh hati padanya. Meskipun berbeda kasta, namun memang cinta tak bisa memilih. Statusnya yang bukan berasal dari keluarga bangsawan melabrak aturan kolonial Belanda. Aturan yang diterapkan Belanda mengharuskan seorang bupati harus memilih keluarga bangsawan juga sebagai pasangannya saat menikah. Hal ini tentu menyulitkan Ario untuk mengambil tampuk pimpinan sebagai bupati Jepara dengan istri pertamanya itu. Ario memutar otak agar posisi bupati tetap bisa dijabat tanpa harus melepas istri pertamanya. Agar tetap bisa memenuhi aturan kolonial itu, Ayah Kartini juga menikahi Raden Adjeng Woerjan yang masih memiliki darah biru kerajaan Madura. Akhirnya Ayah Kartini bisa mengambil jatahnya untuk menjadi bupati setelah mematuhi aturan Belanda. Tak lama dari pernikahan keduanya, Ario diangkat jadi Bupati jepara bersamaan dengan lahir putri kecilnya , Kartini. Ario mendapat 2 kebahagiaan sekaligus, yaitu jabatan dan keturunan. Cerita lengkap kehidupan dari RA Kartini juga bisa ditemukan pada buku Seri Pahlawan Nasional Kartini. 2. Masa Remaja RA Kartini Beruntungnya Kartini memiliki Pangeran Ario Tjondro IV, bupati pertama Jepara yang merupakan kakeknya. Kakeknya ini ternyata sudah terbiasa memberikan pendidikan barat kepada anak-anaknya, sehingga cara pengajaran jauh dari kesan konservatif. Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara saudara kandung dan saudara tiri ,namun Kartini merupakan anak perempuan tertua dari semua saudara pemikiran kakeknya yang sudah terbuka itu, maka Kartini memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah di ELS Europese Lagere School saat usianya 12 tahun. Menimba ilmu di sekolah ini membuat beliau belajar Bahasa Belanda. Kecerdasan Kartini semakin terasah di dunia sekolah. Sayangnya keinginannya untuk sekolah tak bisa lama. Di usia 15 tahun Kartini harus menghentikan langkahnya ke sekolah. RA Kartini harus tinggal di rumah karena sudah dipingit seperti wanita lain di masa itu. Kartini pun tak punya pilihan. Hal ini tentu membuatnya gundah gulana. Untunglah dia memiliki sahabat di negeri Belanda bernama Rosa Abendanon yang bisa diajak bertukar pikiran selama dipingit. Pertukaran pikirannya dilakukan lewat surat menyurat. Kefasihannya dalam berbahasa Belanda memudahkan komunikasi 2 sahabat beda negara ini. Sebagai wanita cerdas, Kartini pun mempelajari juga pola pikir wanita Eropa. Surat kabar ,majalah bahkan buku dilalap habis. Dari apa yang dibacanya,Kartini tahu bahwa kehidupan wanita Eropa,dengan wanita Indonesia sungguh berbeda di kala itu. Di Indonesia, wanita memiliki status yang rendah. Wanita Indonesia tak pernah mendapatkan persamaan, kebebasan, dan otonomi serta kesetaraan hukum. Kondisi itu membuat miris hati Kartini. Keinginan untuk memajukan nasib wanita pun tumbuh di hatinya. Kartini merasa tergugah dan bertekad untuk merubah nasib kaumnya. Tekadnya semakin lama semakin kuat yang juga diceritakan pada buku Raden Ajeng Kartini yang bisa kamu dapatkan di Gramedia! 3. Masa Dewasa Kartini Setelah dipingit dari usia 15 tahun , Kartini akhirnya menikah pada usia 24 tahun . Tanggal 12 November 1903, Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memperistrinya. Namun sayangnya Kartini bukanlah sebagai istri pertama, melainkan sebagai istri keempat dari Bupati Rembang tersebut. Ternyata Suami Kartini bisa mengerti jalan pikiran Kartini . Suaminya pun mendukung keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Keinginan Kartini pun semakin menguat terpatri dalam sanubarinya. Dia tak dapat membendung lagi keinginan membebaskan para wanita. Sayangnya, takdir berkata lain. Kartini tak bisa berjuang lebih lama dalam mengangkat harkat derajat wanita karena Kartini wafat di usia 25 tahun. 4 hari setelah melahirkan putra semata wayang, RM Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904, Kartini menghembuskan nafas terakhirnya. Kematian Kartini cukup mengejutkan karena selama masa hamil dan melahirkan Kartini tampak sehat walafiat. Tak ada yang menyangka jika Kartini akan wafat di usia muda. Banyak mimpinya yang belum sempat tercapai tentunya. Untunglah 8 tahun kemudian, tepat di tahun 1912, Sekolah Kartini dibangun yang oleh Yayasan Kartini di Semarang. Adalah oleh keluarga Van Deventer, tokoh Politik Etis kala itu yang menggagas Pembangunan sekolah tersebut . Tak lama pembangunan pun tersebar Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan beberapa daerah lain. B. Surat-surat Yang dibuat Kartini Tak disangka surat-surat Kartini pada sahabat-sahabatnya di Belanda berhasil dikumpulkan oleh Jacques Henrij Abendanon . Abendanon merupakan suami salah satu sahabat penanya Kartini, Rosa Abendanon. Merekalah yang biasa dikirim surat oleh Kartini. Pada merekalah Kartini biasa menyampaikan tulisannya. Melalui korespondensi atau surat-menyurat yang dilakukan Kartini dengan sahabat penanya di Negeri Belanda, ia mengabarkan ihwal ketimpangan dan ketidaksetaraan kondisi pendidikan perempuan di Indonesia dan hal ini dibahas di dalam buku Kartini Guru Emansipasi Perempuan Nusantara. Sekitar 115 surat yang terkumpul. Surat- surat itu adalah curahan hati Kartini kepada para sahabatnya, antara lain 1. Estelle H Zeehandelaar atau Stella 14 surat 2. Ny Ovink-Soer 8 surat dr GK Anton di Jena dan istrinya 3 surat 4. Dr N Andriani 4 surat 5. Ny HG de Booy-Boissevain 5 surat 6. Ir HH van Kol 3 surat 7. Ny N van Kol 3 surat 8. Ny RM Abendanon-Mandri 49 surat 9. Mr JH Abendanon 5 surat Abendanon 6 surat 11. Suami-istri Abendanon gabungan surat 12. Satu surat belum bisa disimpulkan penerimanya C. Pemikiran RA Kartini Pemikiran milik RA Kartini mampu menarik banyak perhatian masyarakat masa itu, khususnya kaum Belanda. Mereka tertarik pada surat-surat yang ditujukan pada ke orang Eropa yang ternyata buah pemikiran wanita pribumi. Pemikiran RA Kartini mampu menggantikan pandangan masyarakat Belanda pada wanita pribumi di masa itu. Merekapun angkat topi atas pemikiran Kartini. Kartini dikagumi tidak hanya di dalam negeri, melainkan hingga ke seluruh penjuru negeri. Melalui Seri Tempo Kartini yang ada dibawah ini, sosok Kartini diangkat, dikupas, dan dikisahkan dalam sudut pandang lain mengenai peran besar karyanya di zaman tersebut. Baca juga Makna Sumpah Pemuda D. Buku RA Kartini Surat-surat yang selama ini sudah terkumpul oleh Abendanonlah yang kemudian menjadi cikal bakan pencetakan buku dengan tajuk awalnya “Door Duisternis tot Licht”. Kemudian judulnya diterjemahkan menjadi “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” tahun 1922 oleh penerbit Balai Pustaka, buku ini diterbitkan hingga 5 kali. Yang menarik pada buku ini, pada cetakan kelima terdapat lampiran surat-surat Kartini. Berikut ini adalah beberapa buku kartini yang dijual di gramedia a. Kartini Kisah Hidup Seorang Perempuan Inspiratif b. Gelap Terang Kartini c. Raden Ajeng Kartini E. Kontroversi RA Kartini Surat- surat yang dibuat Kartini paling banyak dikirim pada Sahabatnya, Nyonya Rose Abendanon Mandri,istri dari Abendanon. Abendanon, adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Belanda. Dialah yang memiliki peranan penting dalam penerbitan buku-buku Kartini. Usia Kartini saat rajin berkirim surat itu 23 tahun. Kartini selalu bersemangat menceritakan apa yang dilihat, dirasa dan dipikirkannya. Ia memiliki kesempatan untuk duduk di bangku sekolah membuat pemikiran Kartini luas dan terbuka. Kartini menuliskan semua yang dipikirkan dan dirasakannya, termasuk membahas soal keintiman dan ras tiongkok. Orang Tiongkok saat itu hanya dijadikan tameng oleh Belanda menghadapi amarah pribumi dan juga dijadikan kambing hitam atas birokrasi yang kacau. Karena dianggap membahayakan, beberapa surat tentang suku Tiongkok akhirnya disensor oleh Abendanon. Selain itu, Kartini juga membahas kebijakan pemerintahan Belanda dalam menguasai perdagangan candu di Jawa. Kartini juga mengeluarkan kritikan pedas atas kepindahan seorang residen dari Jepara. Surat inipun kembali disensor oleh Abendanon karena dianggap tak layak untuk dibuka. Buku Kartini dicetak pada masa politik Etis mulai bergulir, sementara Abendanon dikenal sebagai pendukung politik etis. Banyak yang menduga adanya rekayasa Abendanon dalam menyortir surat-surat Kartini. Namun , Pada 1987,surat – surat lengkap kartini diterbitkan oleh Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde KITLV dengan judul Kartini Brieven aan Mevrouw Abendanon-Mandri en Haar Echtgenoot’ Ternyata Total ada sekitar 150 korespondensi. Pada tahun 1989,terjemahan dalam Bahasa Indonesianya terbit. Dalam buku itu terbongkarlah kenyataan bahwa Abendanon telah menyortir surat-surat sebagai “sensitif” yang menurutnya tak layak untuk dilihat. Bahkan beberapa surat juga sengaja di sobek di bagian tertentu, khususnya surat-surat yang dianggapnya terlalu pedas atau menyudutkan pemerintahan Belanda. Sementara surat-surat yang menurutnya aman saja yang diterbitkan. Tentu saja hal itu sangat disayangkan, karena kenyataannya surat -surat Kartini bukan hanya karena membahas dalam feminisme, seperti yang selama ini diketahui banyak kontroversi surat-surat, penetapan Kartini sebagai Pahlawan juga sempat mendapat pertentangan. Banyak yang merasa Terlalu berlebihan jika Kartini dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Pertama, Kartini hanya berjuang di daerah Rembang dan Jepara dan yang kedua, Kartini tak pernah berperang dengan mengangkat senjata seperti Cut Nyak Dien atau Christina Martha Tiahahu yang ikut turun ke medan perang. Sikap pro poligami Kartini juga rasanya bertentangan dengan pemikirannya sebagai penggiat emansipasi pihak yang pro Kartini berhasil meyakinkan bahwa perjuangan Kartini dalam menyuarakan persamaan derajat wanita merupakan perjuangan Nasional. Yang tak kalah kontroversi adalah kematian Kartini. Seperti yang sudah kita ketahui, Kartini menghembuskan nafas setelah ini cukup mengherankan mengingat konon Kartini sehat selama hamil dan setelah melahirkan. Namun anehnya, di hari ke empat, Kartini menutup mata. Ada pihak yang menduga Belanda membunuh Kartini lewat tangan Dr van Ravesteyn. Pemikiran Kartini yang terbilang berani memojokkan Belanda, dan kartini dianggap berbahaya. Beredar cerita bahwa di hari Kartini meninggal Dr van Ravesteyn mengajaknya minum anggur sebagai tanda perpisahan. Tak lama setelah itu, Kartini hilang kesadaran dan tak lama meregang pandangan dokter di masa kini, kondisi yang terjadi pada Kartini adalah preeklampsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil. Meskipun hal itu juga belum bisa dibuktikan dengan catatan kematian Kartini entah ada di mana. Pihak keluarga tak ada yang berusaha mencari penyebab kematian Kartini dan menerima ini sebagai takdir. F. Peringatan Hari kartini Pada tanggal 2 Mei 1964, Presiden Soekarno menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Bukan hanya itu, Presiden Soekarno menetapkan hari lahir RA Kartini pada tanggal 21 April untuk diperingati sebagai Hari Kartini hingga sekarang. G. Nama Jalan RA Kartini di Belanda Tak dipungkiri Kartini dan semangatnya menginspirasi tidak hanya warga negara Indonesia tapi juga pemerintah Belanda. Kekaguman pemerintah Belanda pada pemikiran Kartini membuat nama Kartini diabadikan sebagai nama jalan di sana. Kota- kota di Belanda yang bernama Kartini adalah a. Di Utrecht Jalan Kartini di kota ini berada di perumahan kalangan masyarakat menengah. Ukuran jalan Kartini lebih besar dari jalan dengan nama tokoh lain. b. Venlo Di Venlo, jalan RA Kartinistraat berbentuk O di kawasan Hagerhof. Nama- nama jalan di daerah itu memang identik dengan tokoh wanita, seperti Anne Frank dan Mathilde Wibaut. c. Amsterdam Di Amsterdam wilayah Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan Bijlmer merupakan daerah yang memiliki Jalan Raden Adjeng Kartini. Wanita dari seluruh dunia yang memiliki pengaruh dalam sejarah, seperti Rosa Luxemburg, Nilda Pinto, dan Isabella Richaards memang dijadikan juga nama-nama jalan disitu. d. Harleem Jalan RA Kartini di Haarlem berada dekat dengan Jalan Mohammad Hatta, Jl Sutan Sjahrir H. Galeri foto Foto- foto Kartini cukup banyak yang bisa dinikmati. Sebagai keluarga bangsawan sepertinya mengabadikan dalam bentuk foto biasa dilakukan. Berikut beberapa foto Kartini Source Source I. Film RA Kartini Cerita Kartini sudah dibuat dalam versi layar lebar. Tercatat film surat untuk Kartini telah dibuat dimana Kartini diperankan oleh Rania Putri Sari di tahun 2016. Film Surat untuk Kartini mengisahkan seorang duda bernama Sawardi yang berprofesi sebagai tukang pos jatuh cinta pada Kartini. Kartini adalah seorang wanita cerdas yang berani melabrak tradisi. Dia tak mau nasibnya seperti para wanita di masa itu. Sayang cinta Sawardi tak sampai Karena Kartini dinikahi oleh Bupati Rembang . Kemudian di tahun 2017, Dian Sastro juga berhasil memerankan Kartini dengan apik lewat film berjudul Kartini. Hanung sang sutradara kawakan membuat film ini menjadi luar biasa. Kita dibawa ke masa itu hingga merasakan seperti apa perjuangan Kartini. J. Lirik Lagu Ibu Kita Kartini Kekaguman Supratman pada pemikiran Kartini dituangkan dalam lagu berjudul KARTINI. Pada tahun 1929, terciptalah lagu cantik itu. Lagu yang menggambarkan sosok Kartini sebagai pejuang emansipasi. Lagu yang pastinya kita sudah hafal di luar kepala Ibu Kita Kartini Ibu kita Kartini Putri sejati Putri Indonesia Harum Namanya Ibu kita Kartini Pendekar Bangsa Pendekar kaumnya Untuk merdeka Wahai Ibu kita Kartini Putri yang mulia Sungguh besar cita-citanya Bagi Indonesia Sekian biografi tentang Kartini atau yang juga dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita. Semoga semangat dan perjuangan beliau bisa menginspirasi setiap orang khususnya kaum wanita pada masa modern. Rekomendasi Buku & Artikel Kategori Biografi Pahlawan Indonesia Buku Autobiografi Buku Biografi Ir. Soekarno Buku Biografi Jackma Buku Biografi Jokowi Buku Orang Sukses Materi Terkait Biografi RA Kartini Biografi Cut Nyak Dien Biografi Gus Dur Biografi Ki Hajar Dewantara Biografi Pattimura Biografi Ir. Soekarno Biografi WR Supratman Biografi Jendral Soedirman ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien
Artikel Bahasa Jawa Biografi RA Kartini - Pada kesemptan ini admin akan berbagi informasi mengenai Artikel Bahasa Jawa Biografi RA Kartini. Khusus bagi anda yang ingin membaca Biografi RA Kartini dalam Bahasa akeh sing nulis kisah ngenani sosok Kartini, salah siji tokoh pahlawan setri fenomenal saka Jawa Tengah. Akeh panulis nuturke dalan urip dheweke sing menginspirasi liwat biografi, kaya sing dilakoke saka Sitisoemandari Soeroto jero bukune kanthi judul, Kartini siji Biografi’. Jero buku kesebut dipadhangna ngenani silsilah keluarga Kartini, sisi kuripan sing dadi saksi perjuangan liwat tulisane sing sarat arep kritik penyetaraan gender, nasionalisme sing menggugah nganti menyang negeri Bahasa Jawa Biografi RA KartiniKumpulan tulisan marang sahabat-sahabat panakon neng Walanda arepa layang-layang sing tau dheweke gawe dirangkum Armijn Pane jero siji buku kanthi judul, Habis Gelap Terbitlah Terang’, sing uga ngrupakne salah siji tema layang yamg tau dheweke pemaparan ngenani Biografi Kartini anyak saka dalan uripe, karyane, kabeh sing bersangkutan ngenani Kartini, kontroversi gelare, mawa turun Kartini sing isih urip. Kabehe disadur saka buku lan pirang-pirang sumber saka Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat yaiku jeneng pepak dheweke. Dheweke dilairke nang udhar 21 April 1879 neng Mayong, Jepara, Jawa tengah. Bapake sing nduwe jeneng Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat ngrupakne sawong bupati Jepara. Kartini yaiku turun iki bisa didelok saka silsilah keluarganya. Kartini yaiku putri saka bojo pisan, ning dudu bojo utama. Emboke nduwe jeneng Ngasirah, putri saka nyaihaji Siti Aminah lan Kyai Haji Madirono, sawong guru agama neng Telukawur, Jepara. Saka sisi bapake, silsilah Kartini bisa dilacak nganti Hamengkubuwana turun Bupati Sosroningrat bahkan bisa ditilik bali menyang istana kerajan Majapahit. Semenjak Pangeran Dangirin dadi bupati Surabaya nang abad menyang-18, mbah putri moyang Sosroningrat ngisi akeh posisi penting neng Pangreh Kartini nang ngugane yaiku sawong wedana neng Mayong. Aturan kolonial wayah kuwi ngudokake sawong bupati sing duweni garwo sawong priyayi. Amarga Ngasirah dudua priyayi dhuwur, mula bapake rabi meneh karo Raden Adjeng Woerjan Moerjam, turun teras raja Madura. Sakwise kawinan kuwi, mula bapak Kartini diangkat dadi bupati neng Jepara gumantekne kelinggihan bapak kandung Woerjan, yaiku anak menyang-5 saka 11 seduluran kandung lan tiri. Saka kekabeh sedulur sekandung, Kartini yaiku anak wadon paling tuwa. Mbah kakunge, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati jero umur 25 taun lan dikenal nang tengahan abad menyang-19 dadi salah siji bupati pisan sing menehi pamulangan kulon marang Kartini, Sosrokartono, yaiku sawong sing pinter jero bidang basa. Nganti umur 12 taun, Kartini diolehake sekolah neng ELS Europese Lagere School. Neng kene antara liya Kartini sinau basa Walanda. Ning sakwise umur 12 taun, dheweke kudu tinggal neng omah amarga wis bisa dipingit. Dheweke sekolah mung nganti sekolah ngekarepan kanggo mbanjurke sekolahe, ning ora diizinkan saka wongtuane. Dadi sawong prawan, Kartini kudu ndalani masa pingitan nganti nganti wayahe kanggo rabi. Iki ngrupakne mubarang adat sing kudu didalanke nang wayah kuwi. Kartini mung bisa mendam kekarepane kanggo sekolah dheweke gemar maca saka buku – buku, koran, nganti majaa Eropa. Kartini kegeret nang kamajuan mikir wadon Eropa .Kartini akeh maca layang prungu Semarang De Locomotief sing diasuh Pieter Brooshooft, dheweke uga nrima leestrommel paket majaa sing diedarkan toko buku marang langganan.Lanjuta biografi RA Kartini dalam Bahasa JawaNeng antarane ana majaa kebudayaan lan kawruh sing cukup abot, uga ana majaa setri Walanda De Hollandsche Lelie. Neng antara buku sing kawaca Kartini sadurung umur 20, ana judulmax Havelaar lan layang-layang demen karya Multatuli, sing nang November 1901 wis kawacane pindho. Nuli De Stille Kraacht kekuwatan Gaib karya Louis karya Van Eeden sing nduweni mutu dhuwur, karya Augusta de Witt sing lagi-lagi wae, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek lan siji roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen NiederLetakkan Senjata. Kabehe basan Walanda. Pikirane dadi bukak amba, apalagi sakwise mbandingna kaanan setri neng Eropa karo setri kuwi, timbullah kekarepan dheweke kanggo majokake wadon pribumi sing nang wektu kuwi ana nang status sosial sing cendhek. Dheweke pengen majokake setri Indonesia liwat pamulangan. Kanggo kuwi, dheweke ngawakake sekolah kanggo prawan – prawan neng Jepara, amarga nang wektu kuwi dheweke manggon neng Jepara. Muride mung nyacah 9 wong sing awak saka kerabat utawa samping kuwi, dheweke akeh uga nulis layang kanggo kanca-kancane Landa. Salah sijine yaiku Rosa Abendanon sing akeh ndukung deweke. Jero layang kuwi dheweke melampiaskan cita-citane kanggo menuntut padhan hak lan kewajiban antara lanang lan setri. Kartini pun banjur ping pirang-pirang ngirimake tulisane lan akhire kaemot dide Hollandsche Lelie, siji majaa terbitan Walanda sing sanuli dheweke layang-layange, katon Kartini maca apa wae karo kebak gatekan, karo nggawe catetan-catetan. Sok sok Kartini ngarani salah siji karangan utawa mengutip pirang-pirang ukara. Gatekane ora mung samata-mata soalemansipasi setri, ning uga masalah sosial umum. Kartini ndeleng perjuangan setri ben nyaka kebebasan, otonomi lan padhan hukum dadi kanggonan saka obahan sing luwih sempat mbisakne beasiswa saka pamerentah Walanda amarga tulisan-tulisan linuwihe, ning bapake nang wektu kuwi ngongkonke ben Kartini kudu rabi karo Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang kala ituyang wis tau nduweni telu bojo. Kartini rabi nang udhar 12 November kuwi, Kartini kudu hijrah saka Jepara menyang Rembang meloni bojone. Bojone ngerti kekarepan Kartini lan Kartini diwenehi kebebasan lan didukung ngawakake sekolah setri neng sisih wetan lawang kori kompleks kantor kabupaten Rembang, utawa neng siji tangen sing saiki digunakne dadi Gedung nduweni sawong anak lanang nduwe jeneng Soesalit Djojoadhiningrat, sing dilairke nang udhar 13 September 1904. Selang pirang-pirang dina pasca bayen, Kartini tutup umur nang udhar 17 September 1904. Kartini mati nang umur 25 taun. Dheweke dikuburanke neng desa wuluh, Kecamatan wuluh, ngajeni kegigihan dheweke, dibangun sekolah setri saka Yayasan Kartini neng Semarang nang tahun1912, banjur neng Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon lan daerah sekolah kesebut yaiku "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini iki diawakake saka keluarga Van Deventer, sawong tokoh Politik Etis. Sawise Kartini wafat, Abendanon ngumpulake lan membukukan layang-layang sing tau dikirimake Kartini nang kanca-kancane neng taun 1922, Balai Pustaka nerbitke jero basa Melayu karo judul sing diterjemahkan dadi Habis Gelap Terbitlah Terang Buah pikiran, sing ngrupakne terjemahan saka papat sedulur. Banjur taun 1938, metua buku Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane sawong sastrawan Pujangga nganggo buku dadi lima bab pangrembugan kanggo nunjukake owah-owahan cara mikir Kartini sadawa wayah korespondensine. Versi iki sempat dicetak saakeh ping sewelas. Layang-layang Kartini jero basa Inggris uga tau diterjemahkan saka Agnes L. Symmers. Kajaba kuwi, layang-layang Kartini uga tau diterjemahkan menjero basa-basa Jawa lan mungsuh diskriminasi Walanda adhep pribumi lan kesewenang-wenangan Walanda liwat layange marang sahabat-sahabate neng Walanda, akhire bisa menggugah ati pamerentah Walanda lan nangi pamulangan neng Jawa. Kartini yaiku anak kaum priyayi, bisa dikandha sawong borjuis cilik, ning banjur dheweke mileh dhewe mudhun dadi rakyat biasa.
Artikel ini mengupas kisah hidup dari salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, yaitu Kartini. Dari masa kecil, remaja, dan karya hidupnya secara lengkap. Halo guys, ada yang tau tanggal 21 April diperingati sebagai hari apa? Yak, betool hari ini adalah Hari Kartini! Mungkin hampir semua orang di Indonesia tau tentang hari Kartini, hari di mana anak-anak sekolah biasanya didandanin pake kebaya dan baju daerah. Hari ceria yang menghiasi masa kecil kita semua dengan pameran busana daerah, acara tarian daerah, lagu-lagu, pentas seni, bazar, dll. Sosok Kartini menjadi begitu identik dengan kebaya, pakaian daerah, dan tradisi seremonial tiap tahun. Di Hari Kartini tahun ini mungkin kita enggak ngerayain dengan cara kayak Hari Kartini di tahun-tahun sebelumnya karena adanya pandemi COVID-19 yang bikin kita harus jaga jarak. Well, meski enggak merayakannya dengan cara yang biasa, hari ini kita bisa merayakan dengan cara lain yaitu dengan mengenal Kartini secara lebih mendalam lewat tulisan yang satu ini. Perayaan Hari KartiniLatar Belakang KehidupanMasa Kecil 1879 – 1892Masa Remaja dalam Pingitan 1892-1898Terlepas dari Pingitan 1898-1903Polemik Pernikahan 1903-1904Meninggal dan Warisannya 1904-SekarangPenutup Perayaan Hari Kartini Bisa jadi, hampir semua orang di Indonesia pernah mengalami perayaan Hari Kartini. Besar kemungkinan, semua yang membaca tulisan ini juga pernah menyanyikan lagu “Ibu Kita Kartini“. Kartini memang simbol nasional kita yang luar biasa. Bahkan dia adalah satu-satunya tokoh nasional yang diperingati hari kelahirannya – 21 April hari kelahiran Sukarno saja tidak diperingati secara nasional. Mungkin juga, beliau adalah satu-satunya tokoh nasional yang dibuatkan lagu khusus Ibu Kita Kartini. Tokoh nasional mana lagi coba yang lagunya dinyanyikan setiap tahun? Tapi di sisi lain, berapa banyak sih orang Indonesia yang benar-benar membaca pemikiran-pemikiran Kartini? Berapa banyak orang Indonesia yang tahu kisah kehidupan Kartini dan gagasan seperti apa yang ia perjuangkan? Yah, mungkin sebagian besar orang cukup sekadar tahu bahwa Kartini adalah seorang ibu keturunan ningrat Jawa yang memperjuangkan emansipasi. Tapi mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa Kartini bukanlah sosok wanita yang anggun seperti puteri Solo’ sebagaimana dibayangkan kebanyakan orang, melainkan wanita yang dijuluki “kuda liar” oleh keluarganya. Mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa Kartini memiliki hubungan yang sangat dekat dengan para pejabat dan tokoh Hindia-Belanda. Tidak banyak yang sadar juga bahwa sampai akhir masa hidupnya, Kartini bahkan tidak pernah tahu apalagi mengenal istilah Negara Republik Indonesia, tapi kini dirinya malah kita jadikan Pahlawan Nasional. Siapakah sosok Kartini sebenarnya? Bagaimana mungkin hidup seorang wanita yang hanya berumur 25 tahun, bisa begitu dikenang oleh sebuah negara? Nah, untuk memperingati Hari Kartini, kali ini gua mau mempersembahkan sebuah tulisan singkat tentang kisah hidup dan perjuangannya. Apa yang gua tulis di sini adalah hasil bedah 119 dokumentasi surat yang ditinggalkan Kartini. Satu hal yang pasti bahwa keistimewaan Kartini yang akan gua ceritakan di sini, bukan terletak pada kebaya, lagu, atau seremonial adat – tapi pada intelektualitasnya, gagasannya, dan perjuangannya. Nah, buat lo yang penasaran dengan Kartini, pastiin baca artikel ini sampai habis yak! Terlepas dari itu, gua sadar bahwa tidak mungkin untuk merangkum kehidupan Kartini hanya dalam satu artikel, terlebih tidak banyak catatan sejarah tentang kehidupan Kartini yang terdokumentasikan selain dari hasil korespondensinya. Jadi mohon maklum jika banyak kisah hidupnya yang terlewat dan peristiwa yang tidak disebutkan. Sebelum lanjut ke latar belakang hidup Kartini, ada info terbaru nih! Zenius baru aja merilis film yang mengangkat sosok Kartini. Film ini dirilis tepat di hari kelahirannya, 21 April. Lo bisa nonton secara eksklusif di aplikasi Zenius. Login-nya enggak pakai ribet, cukup lewat akun Google, Twitter, dan Facebook punya lo. Nih, tonton dulu aja cuplikan filmnya ya. Latar Belakang Kehidupan Kartini lahir pada 21 April 1879 di Jepara, pada sebuah masa ketika tanah ini masih bernama Hindia Belanda, sementara gagasan “negara baru” bernama Indonesia belum ada dalam benak siapapun, dan baru muncul 46 tahun kemudian. Lahir dari kalangan kelas bangsawan Jawa, ayahnya bernama RMA Ario Sosroningrat selanjutnya disebut Sosroningrat adalah patih/wedana dan calon bupati Jepara. Ibunya bernama Ngasirah, anak seorang mandor pabrik gula. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan, oleh karena itu ayah Kartini menikah lagi dengan RA Woerjan Moerjam, keturunan langsung Raja Madura – untuk kemudian resmi diangkat sebagai Bupati Jepara. Secara singkat, Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Pada masa itu, kedudukan wanita sangat dipengaruhi oleh feodalisme kebangsawanan dan adat. Hal itu menyebabkan, sejak kecil Kartini terbiasa melihat ibunya mlaku dodok ngesot, di depan suami, istri kedua, dan anak-anaknya sendiri. Sejak kecil hingga remaja, Kartini dibesarkan dalam dunia yang penuh kontradiksi dan kemungkinan besar menurut Pramoedya konflik rumah tangga dan permaduan. Seorang wanita keturunan terhormat yang tidak boleh bebas berekspresi, hanya boleh bicara bila benar-benar perlu, itupun dengan suara berbisik. Berjalan setindak demi setindak seperti siput, tertawa halus tanpa suara, tanpa membuka bibir, tidak boleh terlihat gigi. Bahkan dalam lingkungan pergaulan antar saudara, seorang wanita bangsawan Jawa tidak punya kesempatan untuk memiliki kedekatan emosional dengan saudara-saudarinya. Seorang adik tidak boleh berjalan melewati kakaknya, kalaupun melewati, harus merangkak di atas tanah. Jika adiknya sedang duduk, lalu sang kakak lewat, si adik harus segera bangun lalu menekuri tanah dan menyembah. Kehidupan persaudaraan dalam bangsawan Jawa itu seperti hidup bersama orang asing satu sama lain. Itulah bentuk latar belakang kehidupan yang dialami Kartini dari sejak kecil hingga remaja. Masa Kecil 1879 – 1892 Meskipun menjunjung tinggi adat konservatif bangsawan Jawa, ayah Kartini bisa dibilang berpemikiran sangat progresif pada zaman itu. Kartini dan saudara-saudarinya adalah generasi permulaan dari pribumi yang menerima pendidikan Barat dan menguasai Bahasa Belanda dengan sempurna. Oleh karena itu, Kartini waktu kecil disekolahkan di Europeesche Lageree School atau Sekolah tingkat SD di Jepara yang kebanyakan berisi anak-anak pejabat Hindia-Belanda. Dalam lingkungan sekolah, lagi-lagi Kartini melihat diskriminasi. Setiap pagi sebelum mulai pelajaran, anak-anak dibariskan kemudian dipanggil berdasarkan warna kulitnya dan kedudukan orang tuanya dalam susunan kepagawaian serta susunan status sosial Hindia Belanda. Di satu sisi, Kartini pandai bergaul dengan teman-teman sebayanya yang kebanyakan noni-noni Belanda. Ia juga sangat senang belajar dan dikenal sebagai murid yang aktif serta pandai. Namun, Kartini kecil juga merasakan diskriminasi, bukan dari teman-temannya, melainkan justru dari para guru-guru yang memperlakukan keturunan Belanda lebih istimewa daripada anak keturunan pribumi. Sejak kecil Kartini hidup dalam dunia yang “aneh”, keturunan terhormat tapi hidupnya terdiskriminasi oleh adat keluarga, lingkungan sosial maupun guru di sekolah. Namun demikian, dalam lingkungan pergaulan anak-anak yang polos, mungkin untuk pertama kalinya Kartini merasakan asas kesetaraan dan hubungan emosional yang dekat dengan bermain-main bersama anak-anak keturunan Belanda. Sampai pada suatu hari, dia mendapatkan sebuah pengalaman tak terlupakan dari sebuah pertanyaan simpel teman sebayanya bernama Letsy Detmar. atas dari kiri ke kanan Kartini, Soelastri, Roekmini, Kardinah. bawah Kartinah dan Rawito. Diceritakan pada salah satu suratnya Agustus tahun 1900 kepada Ny. Abendanon, bahwa pada suatu hari ketika masih bersekolah dia lagi nongkrong dengan salah satu temannya di bawah pohon. Kira-kira begini ilustrasi obrolan mereka aslinya mereka ngomong pake Bahasa Belanda Kartini “Hei Letsy, kamu lagi baca buku apaan tuh? Ceritain dong tentang bukunya!” Letsy “Ini loh, gue lagi baca buku Perancis. Gue kan nanti mau masuk Sekolah Keguruan di Belanda.” Kartini “Ooh begitu toh…” Letsy “Kalo kamu Ni, kamu mau jadi apa kelak?” Mendengar pertanyaan itu, Kartini cuma bisa bengong. Selama ini, pertanyaan semacam itu enggak pernah muncul di benaknya. Sebelumnya, Kartini hanya bocah pada umumnya yang senang bermain dan belajar di sekolah tanpa terlalu memikirkan masa depan. Pertanyaan Letsy itu terus menghantui Kartini sepanjang hari, sampai akhirnya dia lari pulang ke rumah dan bertanya pada ayahnya, akan menjadi seperti apa dirinya kelak. Waktu ditanya, jawaban ayah Kartini singkat saja “Ya tentu, menjadi Raden Ayu”. Awalnya Kartini senang-seneng aja bahwa dirinya kelak menjadi seorang Raden Ayu namanya juga masih bocah. Tapi apakah ”Raden Ayu” itu? Pertanyaan itu terjawab ketika dia lulus dari sekolah rendah tingkat SD waktu umur 12 tahun, umur di mana seorang gadis bangsawan Jawa harus dipersiapkan untuk menikah dipingit dan tidak boleh bepergian ke manapun selain di rumah untuk belajar memasak, membatik, dan pekerjaan rumah tangga agar kelak menjadi istri yang baik dan penurut. Diceritakan dalam suratnya pada Nn. Estelle Zeehandelaar, bahwa sejak saat itu dunianya seolah runtuh dan seolah hidup dalam penjara. Kendati Kartini berlutut dan memohon pada ayahnya untuk melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School HBS di Semarang, ayah Kartini yang terkenal progresif itupun melarang Kartini untuk “mengacaukan” tatanan istiadat bangsawan Jawa dan harus mematuhi tuntutan adat untuk dipingit dan harus bersedia menerima lamaran lelaki tanpa memiliki hak untuk bertanya, apalagi menolak. Itulah gambaran singkat masa kecil Kartini yang tragis. Seorang gadis turunan bangsawan yang memiliki keinginan belajar yang besar, tapi tidak memiliki kebebasan. Dunia masa kecilnya dipenuhi oleh diskriminasi dan ketidakadilan. Di saat Letsy, dan sahabat-sahabatnya melanjutkan sekolah di Belanda atau Batavia, ia harus dipersiapkan untuk menjadi calon istri pria manapun yang melamar, dan hidup sebagai seorang istri dan ibu yang patuh bagi keluarga. Inilah potret kehidupan perempuan Nusantara terutama di Jawa pada awal abad 20. Masa Remaja dalam Pingitan 1892-1898 Sejak umur 12 tahun 1892 Kartini masuk ke dalam “kotak” dan harus melewati setiap tahap upacara adat keluarga bangsawan Jawa. Sebagaimana kaum bangsawan Jawa pada masa itu, Kartini melewati upacara cukur rambut, turun bumi, dll. Bagi orang Jawa, upacara-upacara sangat penting untuk menentukan babak kehidupan, baik kelahiran, kedewasaan, perkawinan, maupun kematian. Hari-hari awal dipingit, Kartini masih galau, bosan, jenuh, dan sedikit sirik dengan teman-teman maupun saudara-saudarinya yang bersekolah. Adik-adik Kartini yang lebih muda Roekmini dan Kardinah, masih bersekolah di sekolah rendah dan menanti giliran dipingit. Sementara kakak laki-lakinya, RM Sosrokartono bernasib lebih beruntung sebagai laki-laki karena bisa melanjutkan sekolah di HBS Semarang dan ke Universitas Leiden, Belanda. Hari-hari awal Kartini hanya dihiasi dengan kegiatan belajar memasak, membatik, dan menulis surat. Beruntungnya, Kartini memiliki 2 orang yang sangat peduli dengan kegelisahan dan juga semangat belajar dalam dirinya. Orang pertama adalah sang kakak, Sosrokartono, yang sering mengirimkan buku-buku berkualitas pada Kartini. Kedua adalah Nyonya Marie Ovink-Soer, seorang istri asisten residen Jepara yang tidak memiliki anak. Karena hubungan politik antar keluarga ini, Nyonya Ovink-Soer sering bertamu ke keluarga Sosroningrat. Hubungan emosional antar Kartini dan Nyonya Ovink-Soer menjadi sangat dekat hingga Kartini menyebutnya dengan sebutan Moedertje yang artinya Ibu tersayang. Nyonya Marie Ovink-Soer, sang Ibu Tersayang Keluarga Ovink-Soer merupakan keluarga bangsawan Belanda yang pertama kali dikenal Kartini. Lewat Nyonya Ovink-Soer, Kartini belajar budaya Belanda dan nilai-nilai modernitas Barat. Interaksi dan diskusi Kartini dengan keluarga Ovink-Soer membuat Kartini merasakan bahwa dirinya setara dengan perempuan Belanda–suatu perasaan yang sangat sulit ia dapatkan dalam lingkungan feodalisme keluarga Jawa. Selain memperkenalkan Kartini dengan bacaan progresif Belanda, keluarga Ovink-Soer ini juga memberi perspektif baru dalam pola hubungan keluarga antar lelaki dan perempuan. Kartini sangat heran sekaligus tertarik dengan pola hubungan pasangan Ovink-Soer yang menjunjung tinggi asas kesetaraan, kebebasan berpendapat, sikap saling menghargai, di mana keduanya sama-sama memiliki hak suara dalam keputusan keluarga. Suatu bentuk hubungan yang sangat bertolak belakang dengan adat masyarakat Jawa pada saat itu. Sejak dipingit dan tidak boleh bersekolah maupun tidak boleh keluar rumah, semangat belajar Kartini hanya tersalurkan pada bacaan buku-buku Belanda yang dikirim oleh sang kakak dan sang moedertje. Bacaan Kartini tergolong dari karya sastra feminis dan anti perang, seperti Goekoop de-Jong Van Beek, Berta Von Suttner, Van Eeden, hingga Max Havelaar karya Multatuli yang menceritakan ketidakadilan dari cultuurstelsel/tanam paksa kopi. Semua buku berbahasa Belanda ini memperkaya perspektif Kartini yang diam-diam mulai ingin memperjuangkan nasib kaum perempuan pribumi untuk mendapatkan hak yang setara dengan lelaki, baik dalam pendidikan, berpendapat, hingga pengambilan keputusan. Gebrakan awal yang dilakukan Kartini dimulai dari lingkungan keluarga terdekatnya sendiri, yaitu adik-adiknya Roekmini dan Kardinah yang terpaut hanya 1-2 tahun dan kebagian nasib yang sama dipingit segera setelah mereka lulus sekolah rendah SD. Kepada adik-adiknya, Kartini mempraktekan nilai-nilai kesetaraan dalam persaudaraan. Kartini tidak ingin adik-adiknya berjalan jongkok di depannya, menyembah, berbahasa kromo inggil, dan etiket feodal Jawa lainnya. Kartini bahkan mengizinkan adik-adiknya untuk bertatap muka langsung ketika berbicara dan memanggil satu sama lain dengan sebutan “kamu” yang berarti tergolong bahasa Jawa ngoko. Bagi kita yang sekarang hidup di zaman Indonesia modern, memanggil orang lain dengan sebutan “kamu” adalah hal yang wajar, bahkan tergolong sopan dalam lingkungan pergaulan sebaya. Namun bagi zaman awal abad 20, itu adalah suatu gebrakan yang sangat serius dan mencengangkan. Kartini adalah orang pertama yang berani mendobrak tatanan adat masyarakat Jawa yang dia anggap merendahkan orang lain. Kenekatan Kartini dengan prinsip egaliternya kesetaraan, menjadikan dirinya dijuluki kuda kore atau kuda liar oleh lingkungannya. Enam tahun dalam pingitan, Kartini adalah gadis pertama yang tercatat dalam sejarah peradaban Jawa yang memberontak pada tatanan adat istiadat yang kaku dan tidak mempedulikan tekanan sosial di sekitarnya. Jadi sekarang kalo lo memandang potret Kartini yang kalem dengan mengenakan kebaya, jangan dibayangkan dia adalah putri bangsawan yang kalem, anggun, sopan, dengan tata krama yang halus. Sosok Kartini yang gua baca dalam surat-surat aslinya adalah sosok yang pecicilan, pemberontak, tidak patuh, lincah, berpandangan luas, pandai, suka bercanda dan kalau tertawa terbahak-bahak. Hal yang sangat sulit diterima oleh lingkungan adat Jawa pada masa itu. Semangat Kartini untuk mendobrak tatanan adat yang membuat wanita tidak bebas memperoleh pendidikan tinggi, kawin paksa, poligami, perceraian sepihak, dsb–juga diikuti oleh Roekmini dan Kardinah. Semangat mereka bertiga semakin menyala ketika 2 Mei 1898 sang ayah memutuskan membebaskan mereka dari pingitan. Keputusan Sosroningrat ini tidak lepas atas bujukan dari Pieter Sijthoff dan Nyonya Marie Ovink-Soer agar memperbolehkan Kartini dan adik-adiknya untuk menghadiri perayaan hari penobatan Ratu Wilhelmina di Semarang. Kegembiraan Kartini ia tuliskan dalam suratnya tak terbendung. Ini adalah hari paling membahagiakan bagi dirinya, hari pertama pembebasan itupun dirayakan dengan pengalaman pertama Kartini keluar Jepara dan melihat “dunia baru” di Semarang. Terlepas dari Pingitan 1898-1903 Setelah lepas dari pingitan, Kartini mendirikan sekolah pertama untuk perempuan pribumi di tanah Hindia Belanda. Awalnya, sekolah itu berisi hanya satu orang murid. Ide “menyekolahkan anak perempuan” itu adalah hal yang asing, aneh, dan radikal. Tidak menyerah, Kartini terus menyurati orangtua yang memiliki anak perempuan di seluruh Jepara untuk menjadi murid sekolah yang didirikannya. Lambat laun, murid-murid Kartini pun bertambah. Kiprah Kartini yang mungkin bagi kita terkesan sederhana, tapi rupanya menjadi tonggak awal dan pendobrak pertama yang menguraikan ketidakadilan posisi wanita di Nusantara. Sebagai pelopor gagasan-gagasan yang radikal, ia secara tegas mengkritik adat istiadat yang tidak menjunjung tinggi kesetaraan. Bagi Kartini, kemajuan rakyat di Jawa khususnya di Jepara justru dihalang-halangi oleh kaum aristokratnya sendiri, yang menganggap dirinya paling mulia dalam masyarakat. Bukan saja tercatat sebagai pendiri sekolah wanita pertama, Didi Kwartanada sejarawan Yayasan Nabil berpendapat bahwa Kartini juga bisa disebut sebagai jurnalis pertama sekaligus antropolog pertama Indonesia. Pada suatu kesempatan, Kartini menulis catatan dokumentasi perkawinan di tanah Koja dengan sangat detil. Sebelum Kartini, tidak ada tokoh nasional yang sampai melakukan observasi langsung dan mendokumentasikan tata cara perkawinan adat Jawa secara tertulis. Tanpa tulisan-tulisan Kartini, mungkin Bangsa Indonesia tidak pernah memiliki catatan sejarah tertulis yang jelas tentang kondisi masyarakat, budaya, dan adat istiadat Jawa di masa lampau. Selain mengajar, Kartini juga aktif berkorespondensi surat-menyurat dengan banyak sahabat pena di Belanda. Kebiasaan itu dimulai dari saran sang Moedertje untuk meminta Johanna van Woude redaksi majalah de hollandsche lelie untuk menerbitkan iklan yang isinya permintaan Kartini untuk mendapatkan sahabat pena dan bertukar pikiran seputar budaya. Iklan 15 Maret 1899 itu disambut oleh seorang aktivis feminis Belanda yang 5 tahun lebih tua dari Kartini bernama Estelle Zeehandelaar Stella. Maka sejak saat itu, dimulailah korespondensi antara 2 wanita berpikiran maju dari 2 dunia berbeda yang belum pernah bertemu. Dari rantai korespondensi ini pula, Kartini mengenal berbagai tokoh feminis Eropa seperti Abendanon, Rosa Manuela, Hendrik de Booy, Hilda Gerarda, Henri Hubert van Kol, dll… yang selalu membakar semangat Kartini untuk membuat perubahan di tanah Jawa. Sampai pada suatu ketika, Kartini memiliki impian untuk kembali bersekolah dan melihat dunia. Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Namun nasib berkata lain, impiannya bersekolah di Eropa pupus kendati telah mengantongi beasiswa setelah permintaannya ditolak pada 24 Januari 1903 oleh Abendanon, seorang direktur departemen setingkat menteri pendidikan, agama, dan industri Hindia Belanda yang sudah dianggap ayah angkat oleh Kartini. Alasan penolakan ini menuai perdebatan beberapa versi di kalangan sejarawan. Namun secara garis besar, Abendanon menyatakan kekhawatirannya jika Kartini disekolahkan oleh Belanda, akan menuai persepsi negatif oleh masyarakat lokal. Sementara itu, sekolah yang didirikan Kartini sedang berkembang dan cukup mendapat simpatik dari masyarakat. Di sisi lain, kondisi kesehatan ayah Kartini kian memburuk dan semakin memberatkan niat keberangkatannya. Kegagalannya untuk dapat melanjutkan sekolah ke Eropa cukup membuat Kartini terpukul dan kecewa hingga beberapa minggu. Nasib kurang beruntung Kartini ternyata belum berakhir pula. Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niatnya untuk melanjutkan studi menjadi guru di Batavia juga terhalang oleh kedatangan sepucuk surat lamaran, dari Bupati Rembang, KRM Adipati Ario Djojo Adhiningrat selanjutnya disebut Djojoadhiningrat. Polemik Pernikahan 1903-1904 Kartini sangat kaget karena mendapat lamaran dari seorang Bupati Rembang yang telah memiliki 3 garwo ampil atau selir dengan 7 anak. Keheranan Kartini tidak hanya karena dilamar oleh pria yang sudah beristri, tetapi juga karena image seorang Kartini yang pada zaman itu dinilai sudah tidak “layak” dijadikan istri. Selain sudah berumur 24 tahun waktu itu umur segitu dianggap perawan tua, Kartini juga dinilai sebagai kuda kore yang tidak mau diatur. Jelas bukan citra “istri yang ideal” pada zaman adat feodalisme masih sangat kental dalam masyarakat Jawa. Di sisi lain, ayah Kartini yang awalnya keras memaksa Kartini untuk menempuh adat pingitan, sedikit banyak merasa bersalah. Oleh karenanya, Sosroningrat membebaskan puterinya membaca dan agak segan meminta puterinya lekas menikah dalam pingitan. Namun dalam tatanan masyarakat masa itu, tetap saja cibiran mengalir deras pada keluarga. Gagal mengawinkan anak gadisnya hingga menjadi perawan tua adalah sebuah “kegagalan” norma dalam tatanan adat Jawa. Akibatnya, Sosroningrat jatuh sakit dan mengalami gejala psikosomatis. Kartini yang sangat menyayangi ayahnya dan tidak ingin membuat ayahnya “menderita” lebih jauh, akhirnya mengalah dan mempertimbangkan lamaran Djojoadhiningrat. Dalam proses penerimaan lamaran ini, Kartini melakukan banyak hal yang sangat tidak lazim bagi perempuan pada masa itu. Hal pertama adalah, Kartini menyelidiki latar belakang calon suaminya. Bagi tatanan masyarakat Jawa pada masa saat itu, seharusnya pihak wanita pasrah-pasrah saja menerima lamaran, tanpa ada hak untuk tahu, bertanya, apalagi mempertimbangkan. Hal berikutnya adalah, Kartini mengajukan syarat pernikahan kepada calon suaminya. Lagi-lagi ini adalah langkah yang sangat radikal dalam sejarah pernikahan bangsawan Jawa. Kartini dan suaminya RMA Ario Singgih Djojo Adhiningrat Syarat dari Kartini antara lain Kartini ingin diberi kebebasan untuk membuka sekolah dan mengajar puteri-puteri pejabat Rembang, seperti yang telah dia lakukan di Jepara. Dalam prosesi pernikahan, Kartini tidak mau ada proses jalan jongkok, berlutut, menyembah kaki pria, dan gestur-gestur lain yang melambangkan ketidaksetaraan antar hubungan laki-laki dan perempuan. Syarat terakhir, Kartini minta untuk diperbolehkan berbicara dengan suaminya dengan bahasa Jawa ngoko, bukan kromo inggil. Entah bagaimana kagetnya Djojoadiningrat sewaktu mendengar syarat-syarat sinting itu. Namun demikian, Djojoadhiningrat telah menerima wasiat salah seorang mendiang istrinya yang sangat mengagumi Kartini dan berpesan agar dirinya menikahi Kartini demi anak-anak mereka. Singkatnya, Djojoadhiningrat menerima lamaran Kartini dan mereka menikah pada tanggal 12 November 1903. Meninggal dan Warisannya 1904-Sekarang Sepuluh bulan setelah pernikahannya, Kartini melahirkan anak semata wayang RM Soesalit Djojoadhiningrat. Kelak, putra tunggalnya itu menjadi seorang pejuang Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Empat hari setelah proses melahirkan, kondisi tubuh Kartini drop secara mendadak dan meninggal dunia pada 17 september 1904. Kematian Kartini sangat mendadak dan mengagetkan banyak pihak, bahkan ada desas-desus Kartini meninggal karena diracun atau korban malpraktik dari dokter yang tidak cakap. Namun hingga kini, tidak ada bukti kuat yang bisa mengarahkan dugaan kita pada kemungkinan tersebut, selain dari kondisi fisik yang sangat rentan pasca-melahirkan. Setelah Kartini wafat, Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”. Buku kumpulan surat Kartini ini bikin geger Amsterdam ketika diterbitkan pertama kali tahun 1911. Sejak saat itu, suara Kartini terdengar jauh hingga ke seluruh Eropa dan Hindia, sebagai sosok perempuan pertama yang memecah keheningan dan menjadi suara inspirasi sekaligus pelopor dari revolusi budaya di tanah Nusantara, menuju kesetaraan hak antar lelaki dan perempuan. Dari kesempatan yang sama untuk menimba ilmu, persamaan hak untuk mendapatkan kesempatan berkembang, hingga kebebasan berpendapat dan mengambil keputusan. Hingga pada akhirnya, Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini. Terinspirasi oleh semangat Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini“. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis. Penutup Belakangan ini, ada sebagian kalangan termasuk sejarawan yang memperdebatkan gelar Pahlawan Nasional Kartini. Ada banyak alasan yang menjadi dasar kritik pemberian gelar pahlawan Kartini, salah satunya karena Kartini dalam hidupnya tidak pernah mengenal istilah negara Indonesia. Di sisi lain, ada sebagian kalangan intelektual juga menyebut Kartini “dibesarkan penjajah” dan tidak konsisten pada prinsipnya dan memutuskan menikah dengan pria yang sudah beristri. Terlebih lagi, Kartini juga tidak secara aktif mengangkat senjata melawan penjajah dan hanya bergelut dengan ide dan pemikiran abstrak saja. Dalam perspektif tersebut, sebetulnya gua juga setuju bahwa gelar kepahlawanan Kartini layak dipertanyakan. Namun di sisi lain, gua pribadi berpendapat bahwa memang bukan di situ cara memandang karya hidup Kartini. Kartini bisa jadi bukan pahlawan yang bahkan sangat mungkin dia sendiri tidak suka diberi gelar itu. Tapi terlepas dari ada atau tidaknya gelar kepahlawanan, Kartini adalah sosok yang menjadi tonggak pertama dari sebuah perjuangan sekaligus pendobrak awal dari sistem yang menjerat peran wanita di Nusantara selama entah ratusan atau bahkan ribuan tahun. Dengan hidupnya yang singkat, skala pencapaian Kartini memang relatif tidak besar. Bisa jadi, ada banyak sosok perempuan lain yang lebih layak dijadikan simbol perempuan nasional Indonesia. Tapi yang menjadikannya istimewa, karena Kartini adalah pemikir modern pertama di tanah Nusantara yang menuliskan pemikirannya secara runut dan detail. Tanpa tulisan-tulisan dan surat asli dari Kartini, penyusunan sejarah modern Indonesia akan sangat sulit dilakukan. Tidak bisa dipungkiri pula, Kartini adalah penggerak gigi roda pertama yang mendobrak kemakluman atas represi gender. Dialah inspirasi pertama dari perjuangan rakyat terutama wanita untuk memperoleh kebebasan, otonomi, dan persamaan atas status sosial dan hukum. 112 tahun berlalu setelah kepergian Kartini, saat ini bukan hanya tidak ada lagi seorang istri yang mlaku ndodok ngesot di depan suami dan anak sendiri. Tapi kini bangsa kita sudah dalam sebuah masa, di mana perempuan sama-sama memiliki hak yang setara di hadapan hukum, sama-sama memiliki kesempatan belajar setinggi-tingginya, dan bisa memberikan hak suara politik dalam sistem demokrasi. Sebuah kondisi yang mungkin sangat sulit dibayangkan oleh masyarakat di Nusantara yang hidup 112 tahun yang lalu. Demikian sedikit persembahan gua di Hari Kartini ini. Gua harap melalui tulisan singkat ini, semangat Kartini kembali diestafetkan pada generasi mendatang. Jangan sampai, Kartini hanya diidentikan pada kebaya atau acara seremonial adat, tapi pada semangat untuk berkarya sebebas-bebasnya, menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan keadilan bagi semua orang tanpa terkecuali. Selamat Hari Kartini! Referensi Ananta Toer, Pramoedya. 2015. Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta Timur Lentera Dipantara. Kartini, RA. 1997. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta Balai Pustaka. Kartini, RA. 2014. Emansipasi Surat-Surat Kepada Bangsanya. Yogyakarta Jalasutra. Tim Buku Tempo. 2013. Gelap-Terang Hidup Kartini. Jakarta KPG. **** PS. Sebetulnya nih, masih ada sangat banyak sisi kehidupan Kartini yang menarik, tapi karena khawatir artikel ini nanti jadi terlalu panjang, jadi tidak mungkin gua tuliskan semuanya. Bagi lo semua yang terinspirasi untuk membaca langsung karya-karya Kartini, gua merekomendasikan lo untuk membaca kumpulan surat-surat Kartini yang telah terdokumentasikan secara lengkap. Banyak kalangan umum yang menduga bahwa pemikiran Kartini hanya direpresentasikan pada buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Padahal justru ada banyak sekali pemikiran Kartini yang tidak tercatat dalam buku itu. Sebagai gambaran, ini adalah perbandingan antar buku Habis Gelap terbitlah terang, dengan buku Emansipasi yang berisi 119 surat-surat dan pemikiran Kartini ==========CATATAN EDITOR=========== Kalo ada di antara kamu yang mau ngobrol sama Glenn tentang kehidupan dan pemikiran Kartini, langsung aja tinggalin comment di bawah artikel ini ya.
0% found this document useful 0 votes623 views8 pagesDescriptionBiografi RA Kartini Dalam Bahasa JawaCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes623 views8 pagesBiografi RA Kartini Dalam Bahasa JawaJump to Page You are on page 1of 8 You're Reading a Free Preview Pages 5 to 7 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
biografi ra kartini dalam bahasa jawa